News

Hijrah Memeluk Islam, Muallaf Mantan Kristen ini Diuji Banyak Musibah. Ayo Bantu!!


Kegigihan wanita super ini sungguh luar biasa dalam memburu dan mempertahankan iman. Terlahir dalam keluarga besar aktivis gereja tak membuatnya menyerah pada fanatisme buta kepada agama leluhurnya. Potensi akal, kajian ilmiah dan perenungan yang mendalam, menyampaikannya pada hidayah Ilahi. Mantan guru Sekolah Minggu di gereja ini pun berikrar masuk Islam dan memilih jalan tauhid wal jihad, namun ujian dan musibah datang silih berganti begitu deras.

Ahad lalu, Saat relawan Infaq Dakwah Club (IDC) Voa-Islam berkunjung ke rumah petak kontrakannya, keadaannya serba minus pasca ujian Allah yang datang beruntun: PHK, lahiran cessar, alat dagang dimaling orang, kontrakan rumah mau habis, dan finansial yang minus sehingga anaknya terpaksa tidak sekolah selama hampir dua tahun. Mari ulurkan tangan kepedulian.

PENCERAHAN BERMULA DARI NATALAN

Tiga puluh tiga tahun silam, Febiana Kusuma Ariesta dilahirkan dalam keluarga besar Kristen fanatik. Kakek dan neneknya adalah aktivis gereja. Bahkan ibunya seorang misionaris yang aktif menginjili hingga ke Nusakambangan.

Dari keluarga aktivis di gereja itulah Febi mengenal Kristen hingga terdidik untuk menjadi aktivis gereja. Semasa kecil, ia beribadah di GPIB Cinere, ketika remaja ia pindah ke Gereja Alfa Omega di Semarang. Pada masa remaja, saat SMA Febi menjadi guru Sekolah Minggu di gereja.

“Opung saya, laki-laki dan perempuan itu semua aktif di gereja. Dari merekalah saya mengenal Kristen dan aktif di gereja. Sejak saat itu saya mulai aktif di kegiatan gereja, saat natal itu ada drama dan paduan suara,” ujarnya kepada IDC.

Saat mengikuti drama Natal itulah imannya sedikit demi sedikit mulai goyah. Akal dan hati nuraninya tidak bisa menerima peringatan hari ulang tahun kelahiran Tuhan. Penelitiannya berlanjut ketika ia membaca kisah Natal dalam Alkitab (Bibel).

...Saat mengikuti drama Natal imannya mulai goyah. Akal dan hati nuraninya tak bisa menerima peringatan hari ulang tahun kelahiran Tuhan...

Dalam Injil Lukas pasal 2 diceritakan bahwa pada saat kelahiran Yesus, para penggembala ternak berada di padang Yudea.

Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal dipadangmenjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam” (Lukas 2:8).

Menurut ilmu meteorologi dan geofisika, keadaan cuaca di Timur Tengah pada tanggal 25 Desember dan sekitarnya, di wilayah Yudea daerah kelahiran Yesus, adalah musim salju yang sangat dingin. Mustahil para penggembala membawa ternaknya ke padang pada malam hari di musim salju yang sangat dingin?

Febi menyimpulkan bahwa Yesus tidak mungkin lahir tanggal 25 Desember karena tidak sesuai dengan situasi kelahiran Yesus yang tercatat dalam Bibel.

“Jadi buat saya ini tidak masuk akal. Sejak saat itu kehidupan saya mulai tidak tenang dan mulai mencari-cari keyakinan yang benar,” jelasnya.

Dalam kegalauan iman, Febi berusaha lebih aktif ke gereja untuk mencari jawaban. Tapi yang ia dapatkan bukan ketenangan, malah merasakan banyak keganjilan.

...Dalam kegalauan iman, semakin aktif ke gereja untuk mencari jawaban, yang ia dapatkan bukan ketenangan, malah merasakan banyak keganjilan...

Sebelum dibabtis Febi mengikuti Katekisasi gereja untuk pendalaman iman. Saat belajar itu Febi makin menemukan banyak pertanyaan dan keraguan yang belum terjawab.

Salah satu doktrin Kristen yang terasa ganjil di benaknya adalah inkarnasi Tuhan menjadi manusia Yesus untuk ditangkap, diolok-olok, disiksa, dicambuk, disesah, diludahi dan disalib hingga tewas mengenaskan di tiang salib (Markus 10:34).

“Ini tidak masuk akal, kok ada Tuhan yang menjelma jadi manusia lalu disiksa dan disalib. Kalau Tuhan itu Maha Pengampun dan penuh Kasih, kenapa tidak dia ampuni saja dosa manusia tanpa prosedur sadis seperti itu?” ujarnya.

Suatu hari Febi diajak keluarganyake Yogyakarta untuk berziarah rohani diGua Maria Lourdes. Di situ saya disuruh membaca Doa Bapa Kami: “Bapa kami yang di surga, dipermuliakanlah kiranya nama-Mu.  Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu, seperti di surga, demikian juga di atas bumi.  Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.  Dan ampunilah kiranya kepada kami segala kesalahan kami, seperti kami ini sudah mengampuni orang yang berkesalahan kepada kami.  Dan janganlah membawa kami kepada pencobaan, melainkan lepaskanlah kami daripada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.”

Setelah merenungi Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus di Taman Getsemani dalam Injil Matius 6:9-13 ini, Febi makin ragu terhadap doktrin Trinitas.

“Saya kemudian berpikir, sebenarnya Yesus itu siapa? Kok Yesus mengajarkan berdoa kepada Bapak yang ada di surga, Tuhan itu ada berapa?” kenangnya.

...Kalau Yesus itu Tuhan, kok bisa dia dicobai oleh iblis yang Dia ciptakan sendiri. Keyakinan saya bertambah bahwa agama Kristen ini tidak benar...

Semakin mendalami Bibel, Febi semakin meragukan doktrin ketuhanan Yesus. Injil Matius 4:1-11 menceritakan bahwa Yesus dibawa Roh ke padang gurun untuk dicobai iblis. Febi semakin meragukan doktrin ketuhanan Yesus. Jika Yesus adalah Tuhan atau penjelmaan Tuhan, mengapa dia bisa dicobai iblis yang jahat? Ini bertentangan dengan Surat Yakobus 1:13, bahwa Tuhan tidak dapat dicobai oleh yang jahat.

“Bibel mengisahkan Yesus yang penjelmaan Tuhan itu dicobai iblis. Kalau dia Tuhan kok bisa dia dicobai oleh iblis yang Dia ciptakan sendiri. Itu yang membuat keyakinan saya bertambah bahwa agama Kristen ini tidak benar,” simpulnya.

MENGENAL ISLAM DARI PEMBANTU

Dalam kegalauan, Allah punya rencana lain, menuntun Febi kepada Islam melalui pembantu rumahnya. Suatu hari Febi melihat pembantunya wudhu dan menunaikan shalat dengan mengenakan mukena putih.

“Kamu ngapain?” tanya Febi. “Sedang shalat dan berdoa,” jawab sang pembantu.

“Lalu untuk apa kamu wudhu dulu sebelum shalat?” lanjut Febi. “Karena untuk menghadap Allah Yang Maha Suci kita harus bersih dan suci,” jelasnya.

Rupanya dialog singkat itu sangat berkesan di hati Febi. Penjelasan sang pembantu itu bisa diterima logikanya. “Kalau mau bertemu orang penting seperti bos saja harus rapih dan bersih, masa mau menghadap Tuhan kita tidak bersih?” pikirnya.

...Keraguannya terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Dalam sebuah ayat Injil Yesus berterus terang bahwa dirinya adalah nabi utusan Allah...

Sejak itulah Febi mulai membanding-bandingkan Islam dengan Kristen. Beberapa keunggulan Islam dalam benak Febi waktu itu adalah persamaan semua orang di rumah ibadah. Di masjid tidak ada perbedaan shaf antara orang kaya dan orang miskin. Tidak masalah bila konglomerat maupun pejabat shalat di belakang orang miskin. Sementara hal yang sama tidak pernah terjadi di gereja.

Keistimewaan Islam lainnya, Al-Qur'an biasa dibaca sampai khatam dari surat Al-Fatihah yang pertama sampai ayat terakhir surat An-Nas. Sementara dalam kekristenan tidak ada tradisi membaca secara tuntas dari kitab Kejadian pasal satu sampai kitab Wahyu yang terakhir. “Kalau orang Islam baca Al-Qur’an itu dari awal sampai khatam tapi kalau di Kristen itu bacanya hanya sepenggal-sepenggal,” terangnya.

Umat Islam melaksanakan shalat Jum’at karena ada perintahnya dalam Al-Qur'an. Tapi umat Kristen beribadah pada hari Minggu, padahal dalam 10 Firman Bibel ada perintah menguduskan hari Sabat (Sabtu). “Sepuluh Titah Allah itu kan hal yang harus ditaati, salah satunya adalah diperintahkan agar menguduskan hari Sabat. Tapi kenapa orang Kristen itu ke gerejanya hari Minggu?” paparnya.

Dalam pengembaraan iman itu, keraguan Febi terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Sebuah ayat Injil menjadi kelegaan imannya, di mana Yesus bersabda dengan tegas bahwa dia adalah nabi utusan Allah.

Dalam pengembaraan iman itu, keraguan Febi terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Sebuah ayat Injil menjadi kelegaan imannya, di mana Yesus berterus terang bahwa dirinya adalah nabi utusan Allah.

“Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Yesus itu adalah utusan Allah,” ujarnya.

Setamat SMA Febi melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia (FISIP UI). Di awal kuliah, ia tak bisa mememdam kerinduannya untuk memeluk agama yang benar. Pada tahun 1997 ia pun memutuskan untuk hijrah menjadi pemeluk Islam. Secara formalitas, ia mengikrarkan dua kalimat syahadat di sebuah masjid di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur pada tahun 1998.

...Kalau kamu masuk Islam silakan keluar dari sini. Buat papa tidak masalah kehilangan anak satu, buat papa agama itu prinsip...

Setelah masuk Islam, Febi sangat menikmati hidup baru dan ibadahnya, meski masih tinggal satu atap dengan kedua orang tua yang beda akidah. Suatu hari, tanpa sengaja Febi shalat di kamarnya tanpa mengunci pintu. Qadarullah, ketika sedang khusyuk shalat ayahnya masuk kamar. Febi pun disidang oleh keluarga.

“Kalau kamu masuk Islam silakan keluar dari sini. Buat papa tidak masalah kehilangan anak satu, buat papa agama itu prinsip,” ancam sang ayah.

Tak gentar dengan ancaman ayahnya, Febi pun angkat kaki dari rumah tanpa membawa perbekalan apapun. Tak ada bekal pakaian, perhiasan maupun uang yang dibawanya, karena semua ditahan ayahnya. Febi meninggalkan rumah hanya dengan sehelai pakaian yang melekat di badan. Febi memilih pergi kepada kerabat jauh yang beragama Islam.

SALAH PILIH SUAMI MUSYRIK

Setahun kemudian, tepatnya 1999 Febi menikah dengan pria yang diharapkan bisa membimbing dan menjaganya dalam berislam secara kaffah. Celakanya, Febi salah memilih suami yang diidam-idamkan. Sang suami ber-KTP Islam yang menjadi pendamping hidupnya ternyata seorang pemuja kemusyrikan. Amaliah ibadahnya adalah menyembah Nyai Roro Kidul dan hal-hal beraroma mistis lainnya.

“Saya waktu itu masih belum punya pegangan, mendambakan punya suami yang bisa membimbing saya. Tetapi, ternyata suami saya malah menyembah berhala, bekiblat kepada Nyi Roro Kidul. Sampai saya pernah dipaksa masuk ke kamar 308, kamar khusus Nyi Roro Kidul Samudera Beach Hotel,” kenang Febi.

Dari pernikahan ini, Febi dikaruniai satu orang anak Aufa Jhose Zaqi Nugraha. Dengan bekal wawasan Islam seadanya, Febi mendidik Zaqi dalam akidah yang benar. Atas didikan ibundanya, Zaki tumbuh menjadi anak yang kritis dalam beragama.

Melihat aktivitas keberhalaan ayahnya, suatu hari Zaqi berani menegur ayahnya agar berhenti menyembah Nyi Roro Kidul. “Ayah kalau minta duit itu ke Allah bukan ke Ratu Kidul,” katanya dengan polos. Sang ayah pun naik pitam dan langsung memukul Zaqi.

Kehidupan rumah tangga bersama suami yang pemuja berhala pun kandas berakhir dengan perceraian. Untuk sementara problem rumah tangga dengan suaminya selesai, tapi Febi berhadapan dengan problem anak semata wayangnya, Zaqi.

Dilematis!! Kalau mau tidak terbeban, Febi harus menyerahkan Zaqi kepada mantan suaminya, dengan resiko anaknya akan menjadi pemuja berhala. Atau memilih opsi lain dengan mengasuh Zaqi dan kembali kepada orang tuanya. Karena masalah finansial bisa teratasi dengan mudah oleh kekayaan orang tuanya, kalau Febi mau menggadaikan imannya dan kembali menjadi Kristen.

Namun Febi tidak memilih kedua opsi pahit tersebut. Ia memilih bertahan dalam Islam dan membawa Zaqi, dengan konsekuensi harus menafkahi, mengasuh dan membiayahi sekolah Zaqi.

“Kalau saya kembali ke orang tua saya, otomatis saya harus kembali ke Kristen,” tuturnya.

SELAMAT DARI PELECEHAN MAJIKAN

Melalui seorang teman, Febi pun pindah ke Pekanbaru untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah. Namun Febi hanya bertahan menjadi pembantu selama 1,5 tahun. Sebuah petaka bermula ketika suami sang majikan hendak berbuat hal yang tidak benar. Febi pun berontak melawan dan memilih berhenti kerja.

Akhirnya Febi kembali lagi ke Jakarta dengan membawa uang tabungan yang dikumpulkannya selama 1,5 tahun dari jerih payah menjadi pembantu. Sampai di kawasan Benhil, Jakarta Pusat, ia membuka usaha, tapi gagal.

Bak jatuh tertimpa tangga. Ujian yang satu belum selesai, datang lagi ujian lainnya. Ketika usahanya gagal total dan uangnys sudah ludes, Febi menderita penyakit kista, hingga beberapa hari tidak bisa bangun dari tempat tidur.

Setelah menempuh terapi pengobatan kista dan kondisinya membaik, Febi pinah ke Bogor. Di kota hujan ini, ia meniti karir dari nol, bekerja sebagai helper di sebuah restoran.

DIJEBAK MASUK KRISTEN DAN DIPAKSA MAKAN BABI

Suatu hari di tahun 2010, Febi mendapat panggilan dari ibunya di Semarang, katanya sedang ada masalah dan minta Febi pulang untuk ikut membantu menyelesaikan masalah. Tanpa pikir panjang, Febi pun meluncur bersama Zaqi ke Semarang memenuhi panggilan ibunya.

Sesampai di rumah, ternyata Febi dijebak untuk dipaksa masuk Kristen lagi. Di sana ia disambut oleh pendeta dan para aktivis Kristen yang tergabung dalam Komunitas Sel (Komsel) gereja.

...Febi dikelilingi oleh pendeta dan anggota Komsel. Sambil berkomat kamit doa dalam nama Yesus, sang pendeta memegang kepalanya...

Disaksikan Zaqi, Febi dikelilingi oleh pendeta dan anggota Komsel. Sambil berkomat kamit doa dalam nama Yesus, sang pendeta memegang kepala Febi, sementara jemaat lainnya memegang badannya supaya tidak berontak.

Sang pendeta meneriakkan nama Yesus untuk mengusir roh jahat yang dianggap bersarang dalam diri Febi. Sejurus kemudian ia membisikkan ke telinga Febi dengan setengah memaksa agar mau mengucapkan kalimat untuk menerima Yesus sebagai tuhan dan juruselamat penebus dosa.

Febi yang sudah tidak berdaya melawan tak bisa berbuat banyak. Tapi Allah memberikan karomah sehingga mulutnya terkunci rapat tak bisa berkata sepatah kata pun.

“Itu yang membuat saya heran. Saya yakin itu adalah kuasa Allah. Mulut saya tidak bisa terbuka. Demi Allah waktu itu mulut saya seperti terkunci. Saya waktu itu hanya bisa nangis,” kenangnya.

Seluruh jemaat yang hadir pun tak kehabisan akal. Mereka memaksa Febi makan daging babi sebagai simbol bahwa ia menentang ajaran Islam yang mengharamkan babi. Pada hari itu tak ada menu makanan apapun selain babi.

Gagal memaksa Febi, Zaqi pun menjadi sasaran kristenisasi oleh neneknya. Ia diajak berdoa bersama dengan cara menirukan doa neneknya yang misionaris itu. Tapi dengan tegas Zaqi menolaknya. “Oma silakan doa sama Yesus, tapi Zaqi mau berdoa sama Allah saja,” ujarnya polos.

...Mereka memaksa Febi makan daging babi sebagai simbol bahwa ia menentang ajaran Islam yang mengharamkan babi...

Akhirnya keberanian Febi pun tersulut hingga lahirlah pertengkaran hebat antara Febi dan ibunya. “Mama, saya sayang sama mama tetapi saya lebih sayang sama Allah!” ujar Febi.

Tak mau kalah, karena malu di hadapan jemaat Komsel gereja, sang ibu pun berteriak menghardiknya. “Pergi kau dari sini, kau tidak sayang sama mama dan kau bukan anak mama lagi!” bentaknya.

MENIKAH DENGAN IKHWAN MUJAHID

Di tengah kecamuk batin atas banyaknya musibah dan problematika, Febi berkenalan dengan Abu Usamah, seorang pemuda shalih yang aktif dalam gerakan penegakan syariat Islam dan jihad fisabilillah.

Meski sangat sederhana dan kondisinya pas-pasan, pria yang pernah dipenjara thaghut pada tahun 2008 ini masih menyempatkan diri dalam LSM mujahidin nusantara. Febi yakin Abu Usamah adalah jodoh yang dikiriman Allah untuknya. “Saya yakin ini jodoh saya,” ujarnya.

Bersama suami mujahidnya, Febi makin giat mengkaji Islam dalam berbagai taklim. Ia pun hijrah dari pakaian jahiliyah dengan berjilbab dan menggunakan niqab. Namun ujian datang semakin deras. Setelah menikah, Abu Usamah di-phk dari tempat kerjanya. Kepala koki restoran ini dipecat karena fitnah di tempat kerjanya.

Dalam kondisi keuangan yang tertatih-tatih, Febi tetap bertahan untuk tetap istiqamah di jalan Allah. “Meski tak punya uang sepeser pun, kami harus kaya iman,” tekadnya.

Dalam kekurangan ekonomi itu, Febi harus berjuang demi persalinan anak bungsunya yang lahir Cesar yang memakan biaya besar hingga 7 juta rupiah di Rumah Sakit Atang Sanjaya Bogor.

Kini, Febi dan keluarga barunya tinggal di rumah petak yang dikontraknya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sementara Abu Usamah hanya bisa menjaga jualan tahu gerobak dengan penghasilan minim yang masih minus untuk kebutuhan sehari-hari. Mau tidak mau, Zaqi harus berhenti sekolah, padahal remaja SMP ini sangat butuh pendidikan untuk masa depannya. Saat ini adalah memasuki tahun kedua Zaqi tidak sekolah. Ia hanya mengandalkan buku bacaan dan didikan Abu Usamah di rumah.

Bila memiliki dana yang cukup, Febi dan Abu Usamah ingin agar Zaqi mondok di pesantren, karena Zaqi bercita-cita Zaqi ingin menjadi ulama mujahid yang konsisten menyiarkan dakwah Islamiyah. “Saya ingin anak saya Zaqi itu punya iman tauhid yang kuat dan memahami Islam secara kaffah. Saya ingin Zaqi suatu saat menjadi mujahid yang meraih syahid,” tutur Febi.

UJIAN TAMBAH BERAT, IMAN MAKIN KUAT

Dalam keterpurukan itu, ujian Febi dan keluarganya bertambah berat. Belum lama ini kompor dan tabung gas yang menjadi nyawa usahanya dimaling orang. Tanpa usaha itu, lumpuhlah usahanya, macetlah kebutuhan dapur rumah tangganya.

Meski finansialnya terputuk ambruk, mentalitas dan keimanan Febi justru makin kuat. Tak setitik pun terbetik dalam hatinya untuk minta bantuan kepada orang tua dan keluarganya yang beda iman. “Saya masuk Islam tidak mau setengah-setengah, saya dan anak-anak saya tidak mau mati dalam keadaan kafir,” tekadnya. “Kalau menurut akal manusia mungkin saya tidak kuat. Tapi saya punya Allah yang selalu menjaga saya, menjaga keimanan saya, menjaga anak-anak saya,” lanjutnya.

Betapapun berat ujian yang menimpanya, Febi tak bergeming dari Islam. Tak ada penyesalan apapun dengan hijrah kepada tauhid yang ditempuhnya. “Allah itu Maha Besar. Apa yang menurut manusia tidak bisa terjadi menurut Allah segala hal bisa saja terjadi. Islam itu indah buat saya sekalipun ujiannya berat,” ujarnya menutup perbincangan dengan relawan IDC.

DONASI KEPEDULIAN SESAMA MUKMIN

Dalam perbincangan dengan relawan IDC selama dua jam itu, Febi dan suaminya tak memelas iba maupun berharap bantuan tunai. Kedua insan bermental mandiri itu butuh bantuan modal usaha, karena mereka memiliki pengalaman dan bakat usaha kuliner.

Mari ulurkan kepedulian untuk membantu beban Febi dan keluarganya. Dengan membantu meringankan kesulitan saudara sesama mukmin, terutama muallaf, insya Allah akan mendatangkan barakah, pertolongan dan kemudahan  di dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat...” (HR Muslim).

Donasi bisa disampaikan melalui program INFAQ PRODUKTIF IDC ke nomor rekening:

  1. Bank Muamalat, No.Rek: 34.7000.3005  a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
  2. Bank BNI Syariah, No.Rek: 293.985.605  a.n: Infaq Dakwah Center.
  3. Bank Mandiri Syari’ah (BSM), No.Rek: 7050.888.422  a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
  4. Bank Bukopin Syariah, No.Rek:  880.218.4108  a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center
  5. Bank BTN Syariah, No.Rek:  712.307.1539  a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center
  6. Bank Mega Syariah, No.Rek:  1000.154.176 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center
  7. Bank Mandiri, No.Rek: 156.000.728.7289  a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
  8. Bank BRI, No.Rek: 0139.0100.1736.302  a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
  9. Bank CIMB Niaga, No.Rek: 80011.6699.300  a.n Yayasan Infak Dakwah Center.
  10. Bank BCA, No.Rek: 631.0230.497  a.n Budi Haryanto (Bendahara IDC)

CATATAN:

  1. Demi kedisiplinan amanah dan untuk memudahkan penyaluran agar tidak bercampur dengan program lainnya, tambahkan nominal Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Misalnya: Rp 1.005.000,- Rp 505.000,- Rp 205.000,- Rp 105.000,- dan seterusnya.
  2. Info dan konfirmasi: Mumtaz (08999.704050).
  3. Laporan penyaluran dana akan disampaikan secara online di: idc.voa-islam.com.
  4. Penyaluran dana disampaikan dalam bentuk:
    a. Bantuan permodalan usaha bergulir dengan akad pinjaman lunak tanpa bunga (qordhul hasan)
    b. Bantuan mukafa’ah (living cost) setiap bulan selama belum mandiri.